H.M. BUSRO (Fraksi Partai Golkar)- UU Pengelolaan Zakat Belum Berjalan Optimal

06-08-2010 / KOMISI VIII

        

          Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah berjalan 10 tahun dan sampai saat ini bisa dikatakan tidak jalan dan lemah sekali karena tidak ada sanksi. Dalam pelaksanaannya setelah dievaluasi oleh Komisi VIII DPR masih belum sebagaimana diharapkan.

         Hal ini diungkapkan H.M. Busro dari Fraksi Partai Golkar saat ditemui  Parlementaria usai pertemuan antara Tim Kunker Komisi VIII DPR dengan Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Bangka Belitung, Selasa (3/8).  

         Menurut Busro, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat tanpa sanksi seperti sampah. “Tidak ada gunanya karena tidak ada sanksi, yang ada sanksi malah Amil, dan pelaksana Lazis,” ujarnya. 

        Oleh karena itu menurutnya, Komisi VIII DPR RI menginginkan perubahan atau revisi undang-undang tersebut agar zakat dapat dikelola dengan baik dan professional oleh badan yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai pengawas.

         Busro menambahkan, Komisi VIII DPR sebagai inisiator, penginisiatif revisi undang-undang tentunya tidak menginginkan Undang-Undang tentang Zakat ini seperti Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang hanya 3 tahun kemudian direvisi atau di yudisial rivew oleh Mahkamah Konstitusi. “Malu ‘kan kita, Komisi VIII DPR menginginkan masalah zakat ini lebih baik dari yang sebelumnya,” ujar Busro.

         Lebih lanjut Busro menjelaskan, Komisi VIII DPR telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Nahdhatul Ulama (NU) sebagai organisasi terbesar di Indonesia, dengan Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar kedua di Indonesia dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai lembaga pemikir serta Baznas untuk mendapatkan informasi dan masukan-masukan yang nantinya akan dituangkan dalam rencana Badan Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sodaqoh (BPZIS) ini.

          “Undang-undang itu sebagaimana yang kita rencanakan, tidak boleh tumpangtindih dan tidak boleh jalan sendiri-sendiri, jangan seperti Undang-Undang tentang Haji,” katanya.

  

UU No.38/1999 Lemah

        Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menurut Busro masih lemah. Undang-undang ini hanya ada satu lembaga yang dinamakan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) di tingkat nasional dan Bazda (Badan Amil Zakat Daerah) di tingkat provinsi sehingga mereka membuat perencanaan, membuat aturan dan mereka melaksanakan sendiri, begitu juga di daerah kabupaten maupun provinsi. “Ini kelemahan pertama dari segi organisasi,” tuturnya.

        Menurutnya, untuk mengatasi kelemahan pertama haruslah ada semacam pengawasan atau kontrol karena menyangkut masalah syariat dan tidak bisa main-main. Oleh karena itu, Komisi VIII DPR menginginkan ada semacam regulator dan operator, ada perencana dan pelaksana. Perencana tugasnya adalah membuat semacam perencanaan secara umum dan kemudian mengaplikasikan kepada pelaksana untuk dilaksanakan sebagaimana aturan syariat.

        Kelemahan kedua, adanya tumpangtindih dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999. Tumpangtindih dalam pelaksanaannya karena menyangkut Undang-Undang tentang Zakat tapi juga menerima sodaqoh dan menerima infaq. “Kalau sodaqoh digunakan semacam zakat mungkin kita bisa mengerti, tetapi kalau sodaqoh digunakan untuk infaq itu berbahaya, pelanggaran itu,” kata Busro.

         Karena menurut Busro, zakat lebih jelas pelaksanaannya yaitu harus ada delapan orang yang menerima. “Ada delapan mustahiq,” tegasnya.

         Oleh karena itu, jelas Busro, Komisi VIII DPR merevisi undang-undang ini agar dapat memilah seperti zakat ada sendiri yang menerima, infaq juga ada sendiri yang menerima dan digunakan untuk sosial, dan sodaqoh diberikan untuk kaum du’afa. “Ini kita buat supaya tidak salah dalam pelaksanaannya, yang jelas sudah ada bagian-bagiannya,” jelasnya.

         Kelemahan ketiga, tidak adanya sanksi. Karena dalam pelaksanaan zakat menurutnya masih banyak yang menyalahgunakan.

         Busro memberi contoh, ada satu yayasan yang namanya “Yayasan Hadidayatullah” di Kalimantan Timur yang menggunakan zakat itu untuk pembangunan sekolah. “Nggak betul zakat digunakan untuk pembangunan sekolah, zakat itu ‘kan untuk orang fakir dan miskin. Itu harus kita luruskan, bukan itu tujuan daripada zakat,” kembali Busro menegaskan.

         Pelaksanaan sanksi ini menurutnya adalah bagian dari tugas-tugas Bazda. Tapi undang-undang kita nanti ada sanksi dalam bentuk teguran, dalam bentuk surat peringatan sehingga mereka sadar betul bahwa ada saudara-saudara kita yang miskin, yang menderita, yang memerlukan sentuhan-sentuhan, yang wajib menerima haknya.

         Busro menambahkan, menurut informasi data kemiskinan di Indonesia, hampir sekitar 30-an juta yang miskin dibawah normal dari sekitar 200 juta masyarakat Indonesia. Yang kita utamakan lebih dahulu kata Busro adalah fakir, karena fakir itu adalah orang yang sama sekali tidak punya apa-apa dibandingkan dengan miskin yaitu orang yang bekerja tapi tidak mencukupi untuk kesehariannya.

Sosialisasi

        Menyinggung masalah sosialisasi, Busro menjelaskan, proses sosialisasi harus kita lakukan bersama-sama, artinya para pemuka agama dan para pejabat harus mensosialisasikan undang-undang ini.

        Terkait dengan pernyataan Majelis Ulama Provinsi Babel yang mengatakan bahwa dengan adanya revisi undang-undang ini mengalami kemunduran, Busro menjelaskan sebetulnya Komisi VIII DPR merivisi undang-undang ini untuk lebih efektif lagi karena yang selama ini sudah berjalan tidak begitu efektif. “Insya Allah, aspirasi yang disampaikan Majelis Ulama Provinsi Babel ditampung dan akan dibicarakan di DPR nanti pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2010-2011,” jelas Busro.

        Target selesainya pembahasan RUU ini menurutnya adalah akhir tahun 2010, karena ini sudah ditunggu-tunggu oleh banyak lembaga dan Baznas itu sendiri. Mudah-mudahan nantinya undang-undang ini dapat bertahan lama, karena Komisi VIII DPR  tidak ingin seperti Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang hanya 3 tahun kemudian direvisi atau di yudisial rivew oleh Mahkamah Konstitusi. “Malu dong DPR kalau membuat undang-undang tidak dapat bertahan lama,” tuturnya.

        Busro mangatakan, dalam undang-undang ini nanti berbunyi: Undang-Undang Badan Pengelola Zakat, Infaq dan Sodaqoh (BPZIS).

        “BPZIS di tingkat nasional diangkat oleh presiden dan mendapatkan honor dengan anggaran negara pengangkatannya, begitu juga dalam operasionalnya  dianggarkan oleh negara,” katanya.(iw) Foto:Iwan Armanias.

BERITA TERKAIT
Program Makan Bergizi Gratis Butuh Rp 71 Triliun, Solusi Pendanaan Jadi Sorotan
20-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis (MBG) disediakan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) sebesar...
Sigit Purnomo: Penggunaan Dana Zakat Harus Transparan dan Tepat Sasaran
17-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Sigit Purnomo, menanggapi wacana penggunaan dana zakat untuk mendukung program unggulan pemerintah,...
Kunjungan ke Madinah, Fikri Faqih Dorong BPKH Optimalkan Peran di Layanan Haji dan Umroh
17-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyampaikan sejumlah harapan kepada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)...
Kesepakatan Haji RI dan Arab Saudi Diteken, Kuota Haji 2025 Tetap 221.000 Jamaah
16-01-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi akhirnya menandatangani kesepakatan kerjasama untuk penyelenggaraan haji 2025. Salah satu poin kesepakatan...